Lebih Dari Investasi, Emas Sebagai Bahasa Baru Kekuasaan Global

 


Oleh : Devina Dwi Ananda
Mahasiswa Program  Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Siliwangi  


HARIANJABAR.ID - Dunia sedang berada di fase penuh ketidakpastian. Konflik bersenjata, krisis energi, ketimpangan sosial dan ekonomi, polarisasi sosial dan politik, hingga pelemahan dolar. Fenomena global saat ini mengakibatkan berbagai negara mencari tumpuan stabilitas kekuatan yang tidak mudah goyah. Banyak negara mulai berebut mencari aset yang aman.

Di tengah situasi global saat ini, Emas kembali menjadi pemain utama dan merupakan aset yang penting dalam dinamika persaingan kekuasaan global. Di tahun 2025, harga emas meroket sampai 57% dan menyentuh level
tertinggi dalam sejarah. Para analis bahkan memperkirakan harga emas bisa mencapai Rp 3 juta per gram.

 Indonesia sebagai salah satu produsen emas dan pemilik cadangan emas terbesar ke-4 di dunia, dengan cadangan emas sekitar 3.600 metrik ton pada tahun 2025, memiliki peluang besar untuk menjadikan sumber daya tersebut sebagai alat dalam memperkuat posisi geopolitiknya. 

Peresmian Bank Emas (Bullion Bank) pertama di Indonesia oleh Presiden Prabowo Subianto pada Februari 2025 menjadi tanda bahwa negara mulai melihat emas bukan hanya sebagai barang tambang, tetapi sebagai aset strategis untuk memperkuat ekonomi dan pengaruh Indonesia di kancah internasional. Aturan soal Bank Emas ini sudah ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 18 Oktober 2024 lalu dalam PJOK Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bullion.

 Friedrich Ratzel, seorang tokoh pemikir besar dalam geografi politik, dengan ide konsep Lebensraum berpendapat bahwa Negara seperti organisme hidup yang membutuhkan ruang hidup untuk tumbuh dan berkembang dalam mempertahankan eksistensinya. Jika dilihat dari perspektif Friedrich Ratzel, langkah ini menunjukkan upaya negara memperluas Lebensraum bukan dalam bentuk wilayah fisik, tetapi ruang hidup ekonomi dengan menguasai dan mengelola sumber daya di dalam wilayahnya. 

Melalui Bank Emas, Indonesia bisa mengelola cadangan emasnya secara lebih mandiri tidak lagi sekadar memasok bahan mentah ke negara lain. Dengan cadangan emas nasional yang terus meningkat, diharapkan Indonesia dapat membangun stabilitas ekonomi, memperkuat likuiditas dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

 Salah satu tantangan terbesar Indonesia selama ini adalah posisinya yang berada di pinggiran rantai pasok global. Kita kaya terhadap sumber daya, tetapi sebagian besar nilainya dinikmati oleh pihak lain. Dalam lensa geopolitik, keadaan ini membuat perluasan ekonomi Indonesia tidak bergerak. 

Oleh karena itu, Bank Emas membuka peluang menggeser posisi tersebut. Indonesia kini berpotensi menjadi pusat perdagangan dan pengolahan emas regional, menyaingi Singapura dan Malaysia. Perubahan ini sebuah bentuk ekspansi geopolitik Indonesia yang tidak mengandalkan kekuatan militer, tetapi kekuatan ekonomi.

Dalam konteks Indonesia, kebijakan penguatan sumber daya emas nasional adalah langkah mempertegas kemandirian ekonomi.

Prabowo menyebut penguatan industri emas dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga ratusan triliun rupiah dan membuka lapangan kerja baru. Artinya, emas bukan lagi sekadar aset pasif, tetapi instrumen aktif dalam memperkuat daya saing dan posisi tawar Indonesia. Pengelolaan emas yang baik dapat membuat Indonesia lebih siap menghadapi tekanan global, mulai dari ketidakstabilan mata uang hingga perubahan politik internasional.

 Emas dapat juga sebagai instrumen pilar ketahanan nasional. Di tengah krisis global yang tak kunjung reda, ketahanan nasional tidak bisa hanya bertumpu pada militer. Ekonomi menjadi aspek yang sangat penting. Emas sebagai aset aman memberikan perlindungan dari krisis global. 

Dengan adanya Bank Emas, Indonesia dapat memperkuat cadangan nasional, menjaga stabilitas rupiah, dan menahan aliran emas agar tidak sepenuhnya dikuasai oleh pihak luar. Ini berarti, emas secara langsung berperan dalam menjaga ketahanan nasional baik dari sisi moneter, finansial, maupun industri. Semakin kuat cadangan emas, semakin besar kemampuan negara menghadapi tekanan eksternal.

 Jika ekspansi geopolitik klasik identik dengan perebutan wilayah, ekspansi geopolitik modern identik dengan penguatan ekonomi. Emas memberi Indonesia modal untuk memainkan peran lebih besar di kawasan ASEAN dan bahkan dalam sistem global. 

Dengan pengelolaan strategis, emas dapat menjadi alat diplomasi ekonomi, penguat posisi tawar Indonesia, pendukung integrasi keuangan kawasan, dan dapat sebagi bagian dari upaya mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.

Di titik ini, Bank Emas bukan sekadar program ekonomi, tetapi proyek geopolitik yang memberi Indonesia ruang pengaruh baru.

 Optimalisasi sumber daya emas melalui Bank Emas merupakan langkah penting dalam menggeser posisi Indonesia dari sekadar pemasok bahan mentah menjadi kekuatan ekonomi yang lebih mandiri. Dengan teori Friedrich Ratzel, langkah ini merupakan bentuk ekspansi ruang hidup bukan melalui penaklukan wilayah, tetapi melalui penguatan ekonomi yang berakar pada pengelolaan sumber daya strategis. 

Di tengah ketidakpastian global, emas menjadi fondasi penting bagi ketahanan nasional dan instrumen untuk memperluas pengaruh Indonesia secara damai namun efektif. Jika dikelola dengan visi yang kuat dan tata kelola yang baik, emas dapat menjadi pilar baru bagi kekuatan Indonesia di masa depan. 

2 Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال