HARIANJABAR.ID - Sejumlah siswa di wilayah Kecamatan Bogor Selatan dilaporkan mengalami dugaan keracunan makanan pada Jumat (14/11/2025), memicu respons cepat dari Pemerintah Kota Bogor untuk menangani insiden dan menyelidiki penyebabnya. Kejadian ini diduga kuat berasal dari makanan yang disediakan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang ternyata belum mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden ini dan berharap kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang. Ia menjelaskan bahwa SPPG yang diduga menjadi sumber masalah adalah penyedia baru yang proses sertifikasi higienenya masih dalam tahap awal.
“Saya prihatin. Semoga tidak terulang jika seluruh SPPG sudah memiliki SLHS. Kebetulan yang bermasalah ini SPPG baru dan rencananya baru besok ikut pelatihan,” ujar Dedie, Jumat (14/11/2025).
Dedie menekankan pentingnya aspek keselamatan dan kesehatan anak-anak sebagai prioritas utama. Ia mengingatkan semua pihak terkait untuk meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan ketat dalam setiap tahapan penyediaan makanan bagi siswa.
“Jangan sampai karena kelalaian malah membuat anak-anak jatuh sakit. Sejauh ini laporan menyebutkan kondisi telah ditangani Dinkes dan Puskesmas. Mudah-mudahan tidak ada tambahan kasus,” tambahnya.
Penanganan Medis
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, dr. Sri Nowo Retno, memimpin penanganan awal yang berpusat di Puskesmas Bogor Selatan, Bondongan, dan Lawanggintung. Dinkes juga telah berkoordinasi intensif dengan seluruh rumah sakit di Kota Bogor guna memastikan kesiapan fasilitas medis apabila terjadi peningkatan jumlah pasien.
Penyelidikan epidemiologi komprehensif sedang berlangsung, meliputi pengambilan sampel makanan dari lokasi kejadian, pemeriksaan spesimen dari pasien yang terdampak, serta koordinasi erat dengan pihak sekolah. SPPG Batutulis 08, yang menjadi fokus penyelidikan, diketahui mendistribusikan 3.992 porsi makanan ke 17 sekolah. Menu yang disajikan meliputi nasi, ayam bakar, tumis jagung wortel, susu kotak, dan keripik tempe.
Gejala pertama keracunan dilaporkan muncul dalam rentang 10 hingga 30 menit setelah konsumsi, dengan keluhan umum seperti mual, muntah, diare, demam, nyeri perut, bahkan hingga buang air besar berdarah.
Dinas Kesehatan telah mengambil langkah-langkah pencegahan dan penanganan lanjutan yang meliputi:
- Menghentikan konsumsi sisa makanan yang masih ada.
- Melakukan pemantauan kesehatan tambahan terhadap siswa yang berisiko.
- Mengirim sampel makanan dan spesimen ke laboratorium untuk analisis lebih lanjut.
- Berkoordinasi aktif dengan rumah sakit, puskesmas, dan sekolah terkait.
“Kami sudah menghentikan konsumsi makanan yang masih tersisa, melakukan pemantauan tambahan, mengirim sampel ke laboratorium, serta berkoordinasi dengan rumah sakit, puskesmas, dan sekolah,” ungkap dr. Retno. Ia juga menegaskan komitmen Pemkot Bogor untuk memperkuat pengawasan agar insiden serupa tidak terulang di kemudian hari.