Pemkot Bandung Rekrut Ribuan Pendamping Pemilah Sampah



HARIANJABAR.ID - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mengambil langkah signifikan untuk mengelola sampah dari sumbernya dengan merekrut 1.597 pendamping pemilah sampah di seluruh wilayah. Inisiatif ini merupakan bagian integral dari upaya Pemkot dalam menekan volume limbah yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, sekaligus membangun sistem pengelolaan sampah yang efektif di tingkat komunitas.

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menjelaskan bahwa program rekrutmen pendamping ini adalah wujud nyata dari strategi pengurangan sampah yang dimulai langsung dari rumah tangga. Nantinya, setiap Rukun Warga (RW) di Kota Bandung akan memiliki satu pendamping khusus yang bertugas mengawal dan membimbing proses pemilahan serta pengelolaan sampah di area masing-masing.

“Kami sedang menyusun rencana, termasuk struktur untuk merekrut 1.597 orang satu RW satu pendamping pemilahan,” ujar Farhan.

Para pendamping ini akan memainkan peran krusial dalam mendidik warga agar disiplin memilah sampah menjadi dua kategori utama: organik dan anorganik. Farhan menekankan bahwa fondasi keberhasilan pengelolaan sampah terletak pada kebiasaan yang terbentuk di rumah.

“Secara teori memang ada sepuluh jenis sampah, tapi secara praktik cukup dua dulu: organik dan anorganik. Yang organik tidak akan kita angkut, harus habis di RW,” ungkapnya.

Melalui sistem ini, sampah organik diharapkan dapat diolah langsung di tingkat RW atau kelurahan, baik diubah menjadi kompos maupun pakan maggot. Sementara itu, sampah anorganik akan disalurkan melalui bank sampah. Skema ini bertujuan untuk mengurangi penumpukan sampah di Tempat Penampungan Sementara (TPS).

“Pusat pengolahannya ada di kelurahan agar sampah tidak menumpuk di TPS. Jadi setiap kelurahan juga wajib memiliki lahan pengolahan," tambahnya.

Tantangan dan Kunci Kolaborasi Menuju Bandung Nol Sampah

Farhan mengungkapkan bahwa Pemkot Bandung sedang berupaya keras menekan sisa timbulan sampah yang masih mencapai sekitar 500 ton per hari. Meskipun 190 ton sudah berhasil dikelola di tingkat wilayah, sekitar 310 ton masih harus dikirim ke TPA Sarimukti. Ia mencatat adanya pengurangan sekitar 300 ton volume sampah ke TPA, namun dengan adanya pengurangan kuota dari provinsi, 300 ton tambahan ini perlu diolah di tingkat kota.

Meski demikian, implementasi program pengelolaan sampah di tingkat wilayah tidak selalu mulus. Tantangan utama yang dihadapi adalah resistensi dari sebagian masyarakat terhadap lokasi pengolahan sampah, terutama karena isu bau dan potensi dampak pada kenyamanan lingkungan.

“Risikonya memang ada resistensi masyarakat karena bau dan penguapan. Ini yang mesti kita kelola bersama,” ucapnya.

Farhan menegaskan bahwa kunci keberhasilan program ini adalah kolaborasi yang erat antara pemerintah, akademisi, dan seluruh elemen masyarakat. Ia optimistis, dengan gerakan kolektif di setiap RW, Kota Bandung dapat mengurangi ketergantungan drastis pada TPA Sarimukti.

“Kuncinya ada di kolaborasi. Kalau semua RW bergerak, kita bisa kurangi sampah di sumbernya. Target kami, tidak ada lagi sampah yang tersisa di kota semua diolah habis di tingkat RW dan kelurahan,” tandasnya, menegaskan visi ambisius Bandung untuk mengelola sampahnya secara mandiri dan tuntas.



Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال