
HARIANJABAR.ID - Pemerintah Kota Bandung menunjukkan komitmen dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang aman, nyaman, dan inklusif bagi generasi muda, dengan menginisiasi persiapan 64 sekolah menuju standarisasi nasional Sekolah Ramah Anak (SRA) yang akan dievaluasi oleh tim independen dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Dalam upaya mencapai predikat Sekolah Ramah Anak secara nasional, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung menjelaskan bahwa proses penilaian akan melibatkan tim pendamping khusus dari pemerintah pusat. Tim ini akan bertanggung jawab dalam menilai dan mengevaluasi enam komponen utama yang menjadi pilar implementasi Sekolah Ramah Anak.
“Nanti ada tim pendamping yang akan menilai dan mengevaluasi dari pusat. Mereka akan melihat apakah sekolah-sekolah itu benar-benar sudah memenuhi enam komponen besar Sekolah Ramah Anak atau belum,” ujar Kepala DP3A Kota Bandung.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa tim penilai yang bertugas di lapangan adalah mitra independen pemerintah pusat. Mekanisme penilaian yang diterapkan sangat objektif dan didasarkan pada indikator-indikator yang jelas dan terukur, memastikan hasil evaluasi yang akurat.
“Mitra dari pusat itu independen, indikatornya banyak, orangnya juga banyak. Jadi nanti benar-benar dinilai, apakah sekolah itu sudah layak disebut sekolah ramah anak atau belum,” tambahnya.
Tantangan dan Harapan Menuju Sertifikasi Nasional
Meskipun banyak sekolah di Kota Bandung telah secara aktif menerapkan berbagai prinsip ramah anak dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari, sebagian besar belum terstandarisasi secara resmi di tingkat nasional. Pengakuan resmi baru sebatas pada Surat Keputusan Wali Kota yang diterbitkan pada tahun 2022.
“Sebetulnya sudah banyak sekolah yang menerapkan prinsip ramah anak, tapi karena belum distandarisasikan oleh pusat, jadi belum tercatat secara nasional. Saat ini baru ada Surat Keputusan Wali Kota yang diterbitkan tahun 2022,” jelasnya.
Lingkup program ramah anak di Bandung tidak hanya terbatas pada sekolah. Beberapa fasilitas publik lainnya juga telah meraih predikat serupa, termasuk SLB Kartika Chandra dan Sekolah Muhammadiyah di sektor pendidikan, RS Banduk Yara dan Puskesmas Garuda di sektor kesehatan, serta sebuah gereja dan sejumlah ruang bermain publik yang memenuhi kriteria ramah anak. Bahkan, Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA) di Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Bandung telah mendapatkan standarisasi dari pusat, menandakan upaya menyeluruh untuk menciptakan kota yang ramah anak.
Saat ini, tercatat lebih dari 400 Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), serta 729 lembaga PAUD dan TK di Kota Bandung telah mengajukan diri sebagai SRA. Namun, sebagian besar pengajuan tersebut masih berada pada tingkat pengakuan kota dan menantikan sertifikasi dari pemerintah pusat.
Salah satu kendala utama yang dihadapi dalam mempercepat proses standarisasi ini adalah pembiayaan. Biaya ini diperlukan untuk pelaksanaan penilaian oleh tim independen, yang meliputi survei mendalam, analisis, dan evaluasi langsung di lokasi sekolah selama beberapa hari.
“Standarisasi ini tergantung pembiayaan, karena tim independen dari pusat akan melakukan analisis dan penilaian langsung selama tiga hari di setiap sekolah. Itu yang sedang kami persiapkan,” ungkapnya.
Pemerintah Kota Bandung optimis bahwa dengan dukungan anggaran yang memadai dan semangat tinggi dari seluruh satuan pendidikan, semua sekolah di Bandung dapat segera memperoleh sertifikasi SRA secara nasional. Hal ini diharapkan menjadikan Bandung sebagai kota percontohan dalam penerapan sekolah ramah anak di Indonesia.
“Harapannya dengan semangat yang sudah ada ini, sekolah-sekolah di Bandung bisa segera memenuhi standarisasi nasional. Kami optimis Bandung bisa jadi kota percontohan dalam penerapan sekolah ramah anak,” pungkasnya.