Data terbaru dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kota Cimahi menunjukkan bahwa dari total 122.307 unit rumah, sekitar 20.548 unit masih belum dilengkapi sistem sanitasi yang memadai. Situasi ini memaksa sebagian besar warga untuk membuang limbah rumah tangga mereka secara langsung ke aliran sungai atau menyerapkannya ke dalam tanah, sebuah praktik yang sangat berbahaya bagi ekosistem dan kesehatan masyarakat.
Kepala DPKP Kota Cimahi, Endang, menegaskan urgensi masalah ini. "Banyak warga yang limbahnya langsung dialirkan ke sungai. Ini berbahaya, terutama untuk wilayah yang masih pakai air sumur, karena bisa memicu kontaminasi dan gangguan kesehatan. Bahkan ini terkait juga dengan isu stunting,” ungkap Endang pada Selasa (30/9/2025).
Kontaminasi air sumur dengan bakteri E.coli dan patogen lainnya dapat menyebabkan berbagai penyakit pencernaan, yang sangat rentan menyerang anak-anak dan berkontribusi pada masalah gizi buruk.
Pemerintah Kota Cimahi tidak tinggal diam. Sejak tahun 2024, DPKP telah meluncurkan program pembangunan septic tank komunal dan fasilitas sanitasi lainnya, yang berhasil menjangkau sekitar 12.157 rumah tangga dengan pembangunan 152 unit. Tahun ini, komitmen terus diperkuat dengan mengalokasikan anggaran sekitar Rp9 miliar, yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), untuk penambahan unit septic tank.
Meskipun demikian, pelaksanaan program ini menghadapi berbagai rintangan di lapangan. Penolakan dari sebagian warga menjadi salah satu hambatan utama, seringkali dengan alasan kekhawatiran akan bau atau kerumitan pemeliharaan. Selain itu, keterbatasan lahan di kawasan permukiman padat juga menjadi kendala serius untuk pemasangan septic tank konvensional.
Menanggapi tantangan tersebut, DPKP Cimahi kini mengadopsi solusi yang lebih modern dan efisien. "Rumah-rumah di kawasan padat sering tak punya ruang cukup untuk pemasangan. Tapi sekarang kita pakai septic tank modern dari fiber yang lebih ringkas dan bisa dipasang di area sempit seperti dapur atau teras,” jelas Endang.
Langkah inovatif ini diharapkan dapat mempercepat penyelesaian masalah sanitasi yang krusial, mengingat dampaknya yang langsung terhadap kualitas hidup warga, khususnya anak-anak yang rentan terhadap risiko stunting akibat lingkungan sanitasi yang buruk. (Sumber : RRI)