Mengusung tema "Laju Temu Laku", Pasar Seni ITB 2025, yang telah menjadi ikon sejak pertama kali digelar pada tahun 1972, menegaskan misinya sebagai sarana pemersatu. Rektor ITB, Tatacipta Dirgantara, menyampaikan harapannya agar acara ini dapat terus berlanjut dan menjadikan seni sebagai perekat. "Tidak ada lagi sekat antara seni, teknologi, masyarakat, dan budaya. Semua ini kami harap menjadi satu kesatuan yang mendorong kebudayaan Indonesia yang berkepribadian," tegasnya di Bandung, Minggu.
Festival ini tidak hanya merayakan kreativitas visual, namun juga diharapkan mampu menghilangkan batas-batas disiplin ilmu dan sosial, menciptakan ruang inklusif di mana seni menjadi bahasa universal yang mengikat berbagai elemen bangsa dalam satu harmoni.
Perkuat Kemandirian Kampus Melalui Dana Lestari
Selain perannya dalam merajut kebersamaan, Pasar Seni ITB juga memikul tanggung jawab krusial bagi keberlanjutan institusi. Sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), ITB dihadapkan pada tuntutan kemandirian finansial. Tatacipta menjelaskan bahwa salah satu upaya untuk menjamin kelangsungan ITB adalah melalui penggalangan Dana Lestari. "Event Adicitra Ganesha ini adalah salah satu event yang dilakukan untuk penggalangan dana tersebut," imbuhnya.
Dalam rangka mendukung inisiatif ini, diselenggarakan pula ekshibisi "Adicitra Ganesha" yang menampilkan dan melelang karya-karya maestro seni terkemuka. Karya-karya monumental dari seniman legendaris seperti Sri Hadi, Hendra Gunawan, AD Pirous, hingga lukisan karya Presiden SBY, telah ditawarkan sejak minggu lalu untuk menggalang Dana Lestari ITB. Acara akbar yang didukung penuh oleh Bank Indonesia sebagai co-host ini diharapkan menjadi agenda rutin yang mengangkat martabat seni Indonesia, bahkan berpotensi menjadi event seni berskala nasional maupun internasional.