Israel Cegat Armada Bantuan Kemanusiaan Global Menuju Gaza, Greta Thunberg Turut Diamankan

Sebuah armada kapal sipil membawa bendera solidaritas dan bantuan kemanusiaan terlihat di perairan internasional dekat perbatasan Gaza, dengan latar belakang kapal-kapal angkatan laut Israel yang mencegat. Terdapat siluet figur yang melambangkan aktivis, termasuk seorang wanita muda mirip Greta Thunberg, di salah satu kapal yang ditahan.

HARIANJABAR.ID

Pada Rabu, 1 Oktober 2025, pasukan Israel dilaporkan mencegat sejumlah kapal yang tergabung dalam Global Sumud Flotilla, sebuah armada yang membawa bantuan kemanusiaan menuju Jalur Gaza. Intersepsi ini berujung pada penahanan sedikitnya enam kapal serta para aktivisnya, termasuk aktivis iklim ternama Greta Thunberg.

Insiden Intersepsi dan Kondisi Para Aktivis

Armada Global Sumud Flotilla, yang terdiri dari 44 kapal dan mengangkut sekitar 500 aktivis dari berbagai negara, sedang dalam misi untuk menyalurkan bantuan vital ke Jalur Gaza. Menurut keterangan pihak penyelenggara, tiga kapal pertama dicegat oleh Angkatan Laut Israel sekitar 70 mil dari garis pantai Gaza. Kementerian Luar Negeri Israel mengonfirmasi operasi penghentian beberapa kapal tersebut, menyatakan bahwa seluruh penumpang telah dibawa ke pelabuhan di Israel dan berada dalam kondisi aman serta sehat.

Di antara para aktivis yang ditahan, terdapat nama Greta Thunberg yang diketahui berada di kapal utama bernama Alma. Selain Alma, kapal-kapal lain yang turut dicegat meliputi Deir Yassin/Mali, Huga, Spectre, Adara, dan Sirius. Laporan lebih lanjut menyebutkan adanya aksi penyerangan terhadap beberapa kapal; misalnya, kapal Florida ditabrak, sementara Yulara dan Meteque diserang dengan meriam air, meskipun seluruh penumpangnya dilaporkan selamat.

Sebelum melakukan intersepsi, militer Israel disebut telah memutus komunikasi para aktivis dengan menonaktifkan perangkat kamera, siaran langsung, dan sistem pesan mereka. Pihak media resmi flotilla mengecam tindakan Israel, menyebutnya sebagai intersepsi ilegal dan tindakan "penculikan" terhadap para aktivis. Mereka menegaskan bahwa flotilla tersebut tidak melanggar hukum internasional, melainkan blokade Israel, tuduhan genosida, dan penggunaan kelaparan sebagai senjata di wilayah tersebutlah yang dianggap ilegal.

Tindakan Hukum dan Nasib Para Aktivis

Menanggapi situasi hukum para aktivis, Hassan Jabareen, Direktur Pusat Hukum Adalah, menyatakan bahwa mereka berpotensi dideportasi dalam kurun waktu 72 jam atau dihadapkan pada proses peradilan dalam 96 jam. Namun, Israel biasanya memilih opsi pembebasan cepat untuk menghindari pemberitaan media yang berkepanjangan dan berkelanjutan. Penegasan mengenai nasib para aktivis datang dari Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, yang memastikan bahwa mereka akan dideportasi setelah perayaan Yom Kippur.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال