BMKG Ungkap Faktor Penyebab Indonesia Tenggelam Lebih Cepat

HARIANJABAR.ID - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa beberapa wilayah di Indonesia menghadapi ancaman tenggelam yang lebih cepat dari perkiraan akibat kombinasi fatal antara kenaikan permukaan air laut dan penurunan daratan secara tektonik. Kondisi ini menempatkan Indonesia pada posisi yang lebih rentan dibandingkan negara lain yang hanya menghadapi dampak perubahan iklim semata.

Ancaman wilayah Indonesia yang tenggelam kini m

enjadi semakin nyata dan mendesak. Menurut BMKG, masalahnya bukan hanya soal perubahan iklim yang menyebabkan es di kutub mencair dan menaikkan permukaan laut global. Indonesia menghadapi tantangan kedua yang tak kalah serius, yaitu penurunan permukaan tanah akibat aktivitas tektonik.

Kombinasi kedua faktor ini mengakselerasi laju tenggelamnya daratan. Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa situasi di Indonesia memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi.

“Indonesia lebih parah karena tenggelamnya tidak hanya karena kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim. Secara tektonik, ini pulaunya itu semakin turun secara tektonik,” jelas Dwikorita dalam sebuah diskusi.

Ia menambahkan bahwa akumulasi dari dua fenomena ini menghasilkan dampak yang signifikan. “Jadi kecepatan penurunan atau kenaikan muka air laut itu mencapai lebih dari 4 sentimeter dalam per tahun,” tambahnya.

Angka tersebut menunjukkan betapa cepatnya perubahan garis pantai terjadi, mengancam pemukiman dan ekosistem di wilayah pesisir.

Perlunya Adaptasi Infrastruktur dan Kebijakan Berbasis Sains

Menghadapi ancaman ganda ini, Dwikorita menekankan pentingnya langkah adaptasi dan mitigasi yang komprehensif. Salah satu sorotan utamanya adalah kondisi infrastruktur vital yang ada saat ini. Banyak bangunan seperti bendungan dan sistem drainase yang dirancang puluhan tahun lalu, tanpa memperhitungkan variabel perubahan iklim yang ekstrem seperti sekarang.

“Karena infrastruktur yang ada saat ini, itu didesain berdasarkan kondisi iklim dan cuaca sebelum ada isu perubahan iklim. Seperti bendungan, itu ada yang dibangun, didesain di tahun 1950, di desain tahun 1960 atau bahkan sebelumnya,” katanya.

Oleh karena itu, penyesuaian dan modernisasi infrastruktur menjadi krusial untuk mencegah bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor. Lebih dari itu, ia mendorong agar setiap kebijakan yang diambil, terutama terkait tata kelola air, harus didasarkan pada data dan analisis ilmiah yang kuat.

“Karena tata kelola air ini juga terkait swasembada pangan, ketahanan energi, ketahanan air itu semestinya harus sains based. Sains based policy itu harus kuat,” tegasnya.

Peringatan ini sejalan dengan riset global yang dipublikasikan oleh Nature Communication pada 2019. Studi tersebut memproyeksikan bahwa kota-kota besar di Asia, termasuk Jakarta, berisiko tenggelam pada tahun 2050 akibat kenaikan permukaan laut yang bisa mencapai 30 hingga 50 sentimeter.

TAGS: Perubahan Iklim, BMKG, Kenaikan Permukaan Laut, Penurunan Tanah, Mitigasi Bencana, Jakarta Tenggelam, Bencana Hidrometeorologi

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال