Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi Hentikan Sementara Izin Pembangunan Perumahan di Bandung Raya




HARIANJABAR.ID -  Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Gubernur Dedi Mulyadi secara resmi menghentikan sementara penerbitan izin pembangunan perumahan di seluruh wilayah Bandung Raya. Langkah tegas ini diambil sebagai respons mendesak terhadap meningkatnya frekuensi bencana banjir dan longsor yang diakibatkan oleh maraknya alih fungsi lahan.

Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat Nomor 177/PUR.06.02.03/DISPERKIM yang ditujukan kepada para kepala daerah di Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Sumedang, dan Kota Cimahi.  "Kebijakan ini bertujuan untuk melakukan mitigasi guna mengatasi bencana lanjutan atau berulang," ujar Dedi Mulyadi.

Moratorium penerbitan izin perumahan ini akan berlangsung hingga hasil kajian risiko bencana di masing-masing kabupaten/kota selesai dan/atau penyesuaian rencana tata ruang wilayah terlaksana. Selain itu, SE tersebut juga menginstruksikan kepada para kepala daerah untuk meninjau kembali lokasi pembangunan yang berpotensi berada di kawasan rawan bencana atau dapat merusak lingkungan.

Pengawasan ketat terhadap pembangunan rumah, perumahan, dan berbagai bangunan lainnya juga ditekankan dalam edaran ini, termasuk dorongan untuk aktif melakukan penanaman serta pemeliharaan pohon pelindung di area perumahan dan permukiman. Sebelumnya, Dedi Mulyadi telah menyoroti kejadian banjir yang melanda Kabupaten Bandung, salah satunya di Desa Cangkuang Wetan, di mana seorang ibu hamil sempat terjebak.

Melalui akun media sosialnya, Kang Dedi Mulyadi menjabarkan tiga langkah fundamental yang harus segera diimplementasikan untuk menyelesaikan persoalan banjir tahunan di Bandung Raya. Ia menekankan pentingnya solusi yang menyentuh akar permasalahan, bukan sekadar respons sesaat.

Langkah pertama adalah mengembalikan fungsi tata ruang di kawasan hulu, termasuk memperluas ruang terbuka hijau.  "Tata ruangnya harus dikembalikan. Ini pasti menimbulkan reaksi dan kemarahan karena banyak yang sudah menikmati fasilitas alam di situ," kata Dedi.

Kedua, ia menyoroti perubahan masif dari perkebunan teh dan hutan menjadi perkebunan sayur, seperti kentang, yang secara signifikan memperparah sedimentasi menuju Sungai Citarum. "Alih fungsi ini harus dihentikan. Perkebunan yang berubah harus dikembalikan menjadi perkebunan teh atau tanaman keras lain yang tidak memperparah sedimentasi," tegasnya.

Solusi ketiga yang dianggap krusial adalah pembangunan bendungan di kawasan Kertasari untuk mengendalikan banjir. Dedi Mulyadi berharap, "Ketiga cara ini akan kami lakukan. Saya meminta semua pihak bukan hanya teriak ketika banjir, tetapi ikut menyelesaikan hulunya."

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال