
Dikenal luas sebagai "jantung keanekaragaman hayati laut dunia", Raja Ampat menyimpan kekayaan ekosistem yang luar biasa. Kawasan ini merupakan rumah bagi 75% spesies karang dunia, serta menjadi habitat vital bagi ratusan spesies ikan karang, mamalia laut, penyu, hiu, hingga pari manta. Lebih dari sekadar kekayaan bawah laut, Raja Ampat juga memiliki warisan budaya lokal yang kuat, tercermin dalam situs-situs bersejarah seperti egg stone, lukisan batu prasejarah, serta berbagai upacara tradisional yang masih lestari.
Cagar biosfer ini membentang di wilayah seluas sekitar 135 ribu kilometer persegi, mencakup lebih dari 610 pulau, meskipun hanya 34 di antaranya yang berpenghuni. Penetapan ini menjadi pengakuan internasional kedua bagi Raja Ampat, menyusul status UNESCO Global Geopark yang telah diraih pada tahun 2023. Diharapkan, status baru ini akan semakin memperkuat upaya pelestarian terumbu karang, ekosistem mangrove, serta perlindungan satwa langka dari ancaman seperti penambangan ilegal dan penangkapan ikan berlebihan.
Peran Cagar Biosfer UNESCO dalam Konservasi Berkelanjutan
Menurut UNESCO, cagar biosfer berfungsi layaknya "laboratorium hidup". Di dalamnya, masyarakat lokal, ilmuwan, dan pemerintah bekerja sama erat dalam tiga pilar utama:
- Melestarikan keanekaragaman hayati dan lanskap alam.
- Mendorong pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan bagi komunitas lokal.
- Meningkatkan pemahaman melalui penelitian ilmiah, pendidikan, pelatihan, dan berbagi pengetahuan.
Saat ini, terdapat lebih dari 700 cagar biosfer di lebih dari 130 negara, meliputi lebih dari 5% luas daratan global. Cagar-cagar ini menjadi contoh konkret model keseimbangan yang berhasil antara upaya konservasi dan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, mendukung kehidupan sekitar 275 juta penduduk yang tinggal di dalamnya.