BANDUNG - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melontarkan kritik tajam terhadap praktik pembangunan di wilayahnya yang dinilai terlalu berfokus pada keuntungan segelintir pihak, terutama para pengembang. Ia menegaskan bahwa proyek-proyek properti seharusnya dirancang untuk memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas dan merata.
“Setiap pembangunan jangan hanya hitung keuntungan pengembang. Ada tukang kayu, sopir truk, mandor, toko bangunan, sampai warung kelontong yang hidup dari proyek itu. Mereka harus diberi ruang dan perlindungan,” ujar Dedi dalam pernyataannya pada Jumat, 19 September 2025.
Pria yang dikenal dengan inisial KDM itu menilai bahwa aliran dana besar ke sektor pembangunan di Jawa Barat belum dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong pemerataan ekonomi. Ia menyoroti bahwa proyek perumahan sering kali belum menyentuh aspek keadilan ekonomi secara menyeluruh.
Dedi juga mendorong Real Estate Indonesia (REI) untuk membuka ruang diskusi yang lebih inklusif terkait standar pengembangan properti. “Kalau masyarakat mengadu, itu antre panjang. Sudah waktunya development bicara terbuka, jangan hanya soal jual unit rumah, tapi juga dampak ekonomi sekitarnya,” tegasnya.
Menurutnya, sektor perumahan memiliki potensi besar sebagai alat pemerataan ekonomi. Ia menyebut bahwa pembangunan satu unit rumah dapat menghidupkan berbagai sektor informal dan pelaku UMKM di sekitar lokasi proyek. “Ini yang saya sebut multiplayer ekonomi. Jadi manfaatnya jangan berhenti di pengembang saja, tapi meluas ke semua,” kata Dedi.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyinggung nilai-nilai lokal masyarakat Sunda dalam memaknai kesejahteraan. Menurutnya, kemakmuran bukan diukur dari kemewahan, melainkan dari rasa cukup dan ketentraman dalam keluarga.
“Jangan ikut-ikutan gaya pejabat pamer kemewahan atau media sosial yang konsumtif. Jangan dulu kredit mobil kalau belum punya rumah. Jangan dulu cicil motor kalau fondasi kehidupan, yaitu rumah, belum ada,” tandasnya.
Sumber : RRI