![]() |
Menteri Kebudyaan Fadli Zon |
JAKARTA —Menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan tengah menggarap proyek ambisius: penulisan ulang sejarah nasional. Inisiatif ini bertujuan untuk menghadirkan narasi sejarah yang lebih komprehensif dan relevan, sekaligus menjadi persembahan bagi bangsa dalam usianya yang ke-80.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa proyek ini bukan sekadar penyusunan ulang, melainkan pembaruan dengan menambahkan perspektif baru serta data yang lebih mendalam. Sekitar 100 sejarawan dilibatkan dalam penyusunan, dengan Prof. Susanto Zuhdi dari Universitas Indonesia sebagai pemimpin proyek.
"Kita tidak menghapus atau mengubah seluruhnya, melainkan memperbarui dan melengkapi hal-hal yang sebelumnya kurang mendapat perhatian," ujar Fadli dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/5/2025), dikutip dari CNN Indonesia.
Salah satu aspek yang menjadi fokus utama adalah mengoreksi pandangan tentang penjajahan Belanda selama 350 tahun. Menurut Fadli, narasi tersebut perlu diubah karena fakta sejarah menunjukkan bahwa berbagai wilayah di Indonesia terus melakukan perlawanan.
"Peristiwa seperti Perang Aceh, Perang Diponegoro, dan perjuangan di Sumatera Barat adalah bukti bahwa bangsa ini tidak dijajah secara pasif, tetapi terus berjuang," jelasnya.
Meskipun beberapa bagian sejarah akan direvisi, pemerintah memastikan bahwa peristiwa penting seperti G30S/PKI dan Madiun 1948 tetap dipertahankan dalam bentuk yang selama ini diajarkan.
"Sejarah seperti G30S sudah jelas, tidak ada kontroversi. Itu adalah upaya PKI untuk mengambil alih kekuasaan. Begitu juga dengan Madiun 1948 yang merupakan sebuah pemberontakan," tegas Fadli.
Proyek ini nantinya akan diterbitkan dalam bentuk buku sejarah resmi dengan beberapa jilid, mencakup masa pra-sejarah hingga sejarah kontemporer. Targetnya, buku ini rampung dan diluncurkan sebelum 17 Agustus 2025.
Lebih dari sekadar dokumen, proyek ini menjadi upaya untuk membangun narasi besar tentang identitas bangsa. Seperti yang pernah dikatakan oleh Presiden Sukarno: "Jangan sekali-kali melupakan sejarah."