Keputusan strategis ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Sumedang Nomor 500.16.6/KEP.423-DPMPTSP/2025. SK Bupati tersebut sekaligus menjadi tindak lanjut dari regulasi sebelumnya, yaitu Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2021 yang mengatur Moratorium Izin Pembangunan Perumahan di Kawasan Gerakan Tanah. Penetapan ini memperkuat komitmen pemerintah daerah dalam mengelola tata ruang secara berkelanjutan.
Meskipun ada resistensi dari berbagai pihak yang menganggap kebijakan ini mempersulit perizinan, Bupati Dony Ahmad Munir tetap teguh mempertahankannya. Beliau menekankan pentingnya tindakan pencegahan untuk menjamin keamanan masyarakat, menjaga kelestarian ekosistem, dan mendukung keberlanjutan pembangunan jangka panjang di Sumedang.
Data dari Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Sumedang tahun 2025, yang tercantum dalam berkas Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2026, menunjukkan total 343 perumahan telah dibangun di Kabupaten Sumedang hingga tahun 2024. Dari jumlah tersebut, hanya 53 perumahan yang telah diserahterimakan kepada Pemerintah Kabupaten Sumedang selama periode 2020 hingga 2024.
Komitmen untuk Tata Ruang Berkelanjutan
Penegasan larangan ini bukan tanpa alasan kuat. Bupati Dony Ahmad Munir menyatakan, "Mulai tahun ini ditegaskan lewat SK (Surat Keputusan) Bupati bahwa tidak boleh ada pembangunan perumahan di Jatinangor dan Cimanggung. Upaya ini dilakukan demi menjaga kelestarian lingkungan." Pernyataan ini menegaskan prioritas pemerintah daerah dalam melindungi Jatinangor dan Cimanggung dari dampak negatif urbanisasi yang tidak terkontrol.
Jatinangor dan Cimanggung dikenal sebagai daerah yang memiliki topografi rentan terhadap pergerakan tanah dan memiliki nilai strategis sebagai penyangga lingkungan. Dengan adanya larangan ini, diharapkan tekanan terhadap lahan terbuka hijau dapat berkurang, potensi bencana hidrometeorologi dapat diminimalisir, serta kualitas hidup masyarakat di Sumedang dapat meningkat melalui lingkungan yang lebih lestari dan aman.
