Penolakan paling keras terlihat di Makassar, di mana ratusan pengemudi yang tergabung dalam FOR.SOS menggelar unjuk rasa besar di depan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan. Mereka memblokade jalan utama dan membentangkan spanduk bertuliskan, “Kami Menolak Keras 10 persen dan Karyawan Tetap,” menyuarakan persetujuan terhadap kebijakan yang menilai merugikan mereka secara finansial dan merusak model kerja yang telah berjalan.
Tokoh pengemudi, Buya dari URC Makassar Gowa Maros, menjelaskan kekhawatiran para mitra. Menurutnya, “status karyawan akan menimbulkan syarat-syarat administratif seperti usia, pendidikan, dan jam kerja baku yang tidak sesuai kondisi di lapangan.” Ia juga menegaskan bahwa "potongan 10 persen akan mengurangi ruang bonus, promo, dan insentif yang menjadi penopang pendapatan harian mitra." Sentimen serupa diungkapkan Irwansyah, seorang pengemudi ojol 10 tahun di Jakarta, yang menyatakan "fleksibilitas adalah identitas profesi ini sehingga perubahan skema kerja hanya akan membatasi ruang gerak para mitra."
Sebelumnya, ribuan pengemudi dari komunitas URC Bergerak juga telah menggelar aksi akbar di kawasan Monas, Jakarta, pada 7 November 2025. Mereka datang dari Jabodetabek dan beberapa kota di Jawa Barat untuk mengawal penyusunan regulasi agar tetap berkeadilan. Perwakilan URC Bergerak, Ahmad Bakrie atau Bang Oki, menegaskan bahwa "mereka tidak menentang pemerintah tetapi ingin memastikan aturan yang dipublikasikan berpihak kepada semua pihak." Ia mengungkapkan “agar perpres tidak timpang dan tetap berkelanjutan karena akan berdampak hingga ke daerah-daerah.”
Aspirasi Pengemudi Online
Dalam tuntutan mereka, URC Bergerak menolak keras potongan komisi 10% dan status pekerja tetap, serta mendesak agar pemerintah melibatkan pengemudi lapangan dalam perusahaan regulasi. Mereka juga meminta pemerintah untuk menyediakan payung hukum yang adil bagi aplikator maupun pengemudi.
Aksi tersebut telah diterima oleh Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro, yang berjanji akan meninjau ulang substansi rencana peraturan presiden dan memastikan komunitas pengemudi akan dilibatkan dalam pembahasan lebih lanjut.
Dinamika yang terjadi sepanjang November 2025 menunjukkan bahwa persetujuan terhadap regulasi muncul di berbagai kota besar selain Bandung dan Jakarta, seperti Surabaya dan Medan. Para pengemudi menjelaskan narasi yang berkembang tidak sesuai dengan kenyataan lapangan, di mana aplikasi kemitraan dan efisiensi ekosistem utama adalah ekosistem utama transportasi online. Mereka menilai beberapa usulan tidak mencerminkan model kerja mereka yang bertumpu pada kemitraan.
Kekhawatiran utama bagi pengemudi adalah regulasi yang terlalu menekan justru akan menghambat inovasi, meningkatkan biaya operasional, dan menurunkan kualitas layanan. Oleh karena itu, mereka menuntut aturan yang adaptif dan memberikan ruang bagi aplikator untuk tetap lincah dalam menetapkan struktur biaya serta skema bagi hasil.
Keputusan pemerintah dalam waktu dekat akan sangat menentukan arah masa depan ekosistem transportasi digital nasional, menyeimbangkan ekosistem bisnis aplikator dengan menyalurkan aspirasi mitra pengemudi.
